Membayangkan sosok pekerja teladan

Maka kumulai membayangkan bagaimana sosoknya seorang pekerja yang baik dan ideal? Mungkin dia harus cerdas, agar bisa mengetahui fenomena yang sedang terjadi dilingkungannya. Mengetahui isu-isu kontemporer, sehingga dia bisa bertanya kepada Ulama mengenai halal haram boleh dan tidaknya. Dia hendaknya bekerja di bidang yang halal dan mubah, menghasilkan produk yang tidak memudharatkan malah memberi manfaat yang berlimpah bagi ummat.

Dia juga harus cerdas dalam dunia kerjanya, dia memahami setiap detail process dan mekanisme alat yang ditanganinya. Sehingga ketika ada temannya bertanya, maka dia bisa berbagi ilmu dan pengetahuan, dan menambah pahalanya. Dia hendaknya bisa disegani karena competencenya di bidangnya. Dia hendaknya menjadi sosok terdepan dalam amal kebaikan. Berlomba untuk amal akherat.

Dia senantiasa bangun tahajud, menangis memikirkan hidayah, zikir, tilawah Quran, lalu tidur sebentar, ketika azan subuh berkumandang, maka dia berangkat ke masjid, lalu dilihatnya langit, lantas ia berdoa "Rabbana Ma halaqta Hadza Bathila, Subhanaka Faqina Asabannar" . Dia sholat qobla subuh, yang lebih baik dari dunia dan seisinya, kemudian dia sholat subuh berjema'ah, yang disaksikan oleh para malaikat. Dilanjutkan dengan zikir, hingga terbit fajar, yang pahalanya setara dengan haji dan umrah yang sempurna, lalu dia sholat dhuha. Kemudian pulang, membersihkan rumah, menyuci piring dan mempersiapkan makanan untuk istri dan bermain dengan anaknya. Lalu barulah dia berangkat kerja, dengan diniatkan untuk beribadah kepada Allah SWT, untuk mencari nafkah untuk anak dan istri, dan niat dakwah kepada rekan kerja. Dia datang pas waktunya, tidak terlambat, karena takut korupsi waktu, lalu dia bekerja dengan segala kemampuannya, menyelesaikan target-target dari atasan. Ketika datang waktu zuhur, maka dia tinggalkan semua keperluan dunia, dia menuju maksud utamanya, yaitu menunaikan perintah Allah SWT. Dia tidak panjang angan-angan, bahwa dia bisa menunda-nunda untuk melakukan sholat, karena dia tidak tahu kapan ajalnya akan datang. Dia senantiasa mendapatkan takbiratul 'ula bersama iman, karena iya meyakini pahalanya. Lalu dia makan siang dengan niat untuk menegakkan tulang punggung agar kuat beribadah, dan karena merupakan perintah Allah dan sunnah Rasul, dia terapkan semua adab dan sunnahnya. Ketika makan bersama rekan-rekan, dia bicara agama, sehingga pada diri teman-temanpun akan muncul risau dan fikir agama. Lalu dia kembali kerja, datang waktu Ashar, lalu dia kembali tunaikan secara berjamaah di masjid, yang pahalanya 27 derajat. Dia pulang tepat waktu, tidak mau korupsi waktu, dan dengan ucapan salam, dia pulang ke rumah,menuju anak istri, dan dirumah, dia sibukkan diri dengan dakwah ilallah, zikir ibadah, khidmat.

Comments

Popular Posts